BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pembicaraan mengenai kekuasaan merupakan satu hal menarik yang tidak pernah
selesai dibahas. Hal ini telah dimulai sejak zaman Yunani kuno dan terus
berlangsung sampai zaman ini. Para filsuf klasik pada umumnya mengaitkan
kekuasaan dengan kebaikan, kebajikan, keadilan dan kebebasan. Para pemikir
religius menghubungkan kekuasan itu dengan Tuhan. Kekuasaan politik hanya
sebagai alat untuk mengabdi tujuan negara yang dianggap agung dan mulia, yaitu
kebaikan, kebajikan, keadilan, kebebasan yang berlandaskan kehendak Tuhan dan
untuk kemuliaan Tuhan.
Beberapa dekade yang
lalu Michel Foucault, salah seorang filsuf pelopor strukturalisme juga
berbicara tentang kekuasaan. Konsep Kekusasan Foucault dipengaruhi oleh
Nietzsche. Foucault menilai bahwa filsafat politik tradisional selalu
berorientasi pada soal legitimasi. Kekuasaan adalah sesuatu yang
dilegitimasikan secara metafisis kepada negara yang memungkinkan negara dapat
mewajibkan semua orang untuk mematuhinya. Namun menurut Foucault, kekuasaan
adalah satu dimensi dari relasi. Di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan.
Dalam tulisan ini,
penulis mencoba menguraikan konsep kekuasaan Michel Foucault berdasarkan
beberapa karya utama yang ia tulis semasa hidupnya. Kekuasaan menurut Foucault
ada di mana-mana. Hal pertama yang akan dibahas di sini yaitu tentang hubungan
antara kekuasaan dan diskursus ilmu pengetahuan. Menurut Foucault kehendak
untuk kebenaran sama dengan kehendak untuk berkuasa. Dalam Kegilaan dan
Peradaban Foucault melukiskan bagaimana kegilaan itu didefinisikan dari
berbagai kelompok yang dominan pada masa tertentu. Karena itu dia meragukan
legitimasi eliminasi kegilaan dari kebudayaan yang resmi.
Hal lain yang digagas
Foucault adalah hubungan antara seksualitas dan kekuasaan di mana melalui
disiplin tubuh dan politik populasi yang meregulasi kelahiran kekuasaan
diejawantahkan. Pada bagian akhir tulisan ini akan dijelaskan tentang hubungan
antara disiplin dan hukuman yang melihat seluruh masyarakat menjadi objek
pemantauan dan penerapan disiplin.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Siapakah Michel Foucault ?
2. Bagaimana Konsep dan Teori Michel Foucault ?
3. Bagaimana Tanggapan Terhadap Teori Michel Foucault ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Memenuhi tugas mata kuliah Teori-Teori Sosial.
2. Mengetahui tokoh Michel Foucault.
3. Mengetahui Konsep dan Teori Michel Foucault dan tanggapan terhadap teori
tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI
MICHEL FOUCAULT
Michel
Foucault lahir pada tanggal 15 Oktober 1926 di Poiters, Prancis dengan nama
Paul Michel Foucault. Ibunya bernama
Anne Malapert, anak dari seorang dokter bedah. Ayahnya juga seorang ahli bedah
sekaligus guru besar dalam bidang anatomi di sekolah kedokteran Poiters.
Foucault
kecil tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pendidikan ketat, yang ternyata
juga merupakan anti-klerikal. Keluarga yang cenderung menjaga nilai-nilai
tradisi daripada nilai-nilai agama dalam pendidikan keluarga. Sekolah dasarnya ia
tempuh di Lycee Henry IV dan College Saint Stanislas di Poiters. Ia selalu
mendapat nilai terbaik (prix d’excellence)
untuk pelajaran Sejarah Yunani, bahasa Latin, dan bahasa Yunani. Hal inilah
yang kemudian mendorong Foucault masuk ke Ecole
Normale Superieure (ENS), meskipun pilihan tersebut bertetangan dengan ayah
dan kakeknya yang menginginkannya meneruskan keahlian mereka sebagai dokter
bedah.
Foucault
diterima di Ecole Normale Superiure pada tahun 1944 di bawah bimbingan G.
Canguilhelm, J. Hyppolite, dan G.Dumezil. lalu pada tahun 1948 ia mendapatkan
lisensi dalam filsafat dan disusul lisensi dalam psikologi pada tahun 1950.
Foucault kemudian bekerja di Ecole Normale Superiure dan menjadi anggota partai
komunis di Perancis setelah perng dunia ke-II selesai.
Pada tahun
1954 ia menerbitkan buku berjudul Meladie Mentale et Personnalite (penyakit
jiwa dan kepribadian). Selama periode 1954-1958 ia juga bekerja sebagai dosen
di Universitas Uppsala (Swedia) pada bidang sastra dan budaya Prancis, dan pada
tahun 1958 ia menjadi direktur kebudayaan Perancis di Warsawa. Pada tahun 1959
ia menjadi direktur juga di Hamburg sekaligus menyelesaikan buku Folie et
Deraison. Historie de la Folie a I’age Classique’ (Kegilaan dan nir-rasio.
Sejarah kegilaan dalam zaman klasik).
Tahun
1963, disertasinya diedit dan dibukukan dengan judul Historie de la
folie (sejarah kegilaan). Tetapi karya monumentalnya adalah Les mots
et les choses. Une archeologie des sciences humanies (kata-kata dan
benda-benda. Sebuah arkeologi tentang ilmu-ilmu manusia) yang terbit pada tahun
1966. Karya Foucault dipandang sebagai aras strukturalisme Perancis yang
masyur. Ketika karyanya yang berjudul L’archeologie du
savoir (arkelologi pengetahuan) terbit pada tahun 1969, karya itu disambut
masyarakat dengan antusias.
Sepanjang
periode 1960-1976, Foucault sibuk dengan karya ilmiah dan aktivitas
mengajarnya. Tahun 1960-an ia mengajar di Tunisia, Montpellier,
Clemond-Ferrand, dan Paris-Nanterre. Ia juga mendirikan universitas
Paris-Vincennes. Lalu pada tahun 1969 ia dipilih sebagai profesor di College de
France. Tahun 1975, ia menerbitkan buku Surveiller et punir. Naissance de
la prison. (Menjaga dan menghukum. Lahirnya penjara). Salah satu laporan
penelitian Foucault yang menarik minat umum adalah riwayat hidup seorang
pembunuh yang dulunya hidup sederhana di sebuah desa pada abad 19. Riwayat itu
ditulis sendiri oleh sang pembunuh, Pierre Riviere, yang kemudian didokumentasi
Foucault dalam judul Moi, Pierre Riviere, ayant egorge ma mere, ma soeur
et mon frere..(Aku, Pierre Riviere, setelah membunuh Ibu, Saudari, dan
Saudaraku...) dan diterbitkan pada tahun 1973. Pada tahun 1976, Foucault
kembali menerbitkan salah satu karya besarnya yang berjudul Histoire de la
sexualite (sejarah seksualitas) yang dirancang hadir dalam enam episode,
namun ia hanya merampungkan tiga, masing-masing La volonte de
savoir (kemauan untuk mengetahui) pada 1976, disusul L’usage des
plaisirs (penggunaan kenikmatan) pada 1982, menyusul Le souci de soi (keprihatinan
untuk dirinya) di tahun 1984.
Popularitas
Foucault tidak saja mencuat di Perancis atau di negara-negara yang menggunakan
bahasa Perancis, tetapi juga mencapai negara dengan penduduk berbahasa Inggris.
Ia beberapa kali menjadi dosen tamu di Amerika Serikat dan aktif dalam
perluasan idenya melalui wawancara atau artikel. Beberapa bulan setelah
terbitnya Le souci de soi (keprihatinan untuk dirinya) di
tahun 1984, Michel Foucault meninggal dunia. Ia tutup usia pada umur 57 tahun.
Meski tidak ada konfirmasi resmi, Michel Foucault diduga meninggal karena HIV
AIDS.
B.
KARYA-
KARYA MICHEL FOUCAULT
Dalam
dunia filsafat, Foucault dikenal sebagai seorang intelektual postmodernisme
yang sangat produktif dalam melakukan penelitian dan menerbitkan
karya-karyanya. Secara kronologis, publikasi karya Foucault dimulai dari buku
pertamanya yang berjudul Maladie mentale
et Personalite (1954). Buku ini
kemudian direvisi ulang dengan judul Maladie Mentale et psychologie. Buku kedua
berjudul Folie et Deraison: Histoire de
la folie a L’age classique (Madness
and Civilization). Kedua buku tersebut memuat tentang historis Foucault
dalam mencari akar dualisme antara normal dan abnormal dalam sejarah peradaban
Eropa.
Buku
ketiganya berjudul Naissance de la
clinique (The Birth of Clinic)(1963).
Pada periode ini, Foucault juga menulis Death
and the Labyrinth yang berisi analisis mengenai pandangan dunia sastrawan
surealis Prancis Raymond Roussel. Pada tahun 1966 ia mempublikasikan Les Most et les choses (The order of Things). Buku ini berisi
tentang wacana penggunaan dan penyalahgunaan otoritas ilmu pengetahua manusia.
Yang kemudian menimbulkan reaksi yang denomenal dari kalangan akademisi Pancis
dan sekaligus endorong mereka untuk memperhatikan karya-karya Foucault sebelumnya.
Pada
tahun 1969, Foucault menerbitkan L’archeologie
du savoir (Archeology of Knowledge)
yang merupakan post-criptum teoritis atas buku-bukunya sebelumnya. Dalam buku
ini Foucault memperkenalkan sejumlah perangkat konsep dan teknik membaca
sejarah yang sama sekali baru yang disebutnya arkeologi.
Pada
tahun 1971, Foucault mempublikasikan dua karya yang berjudul The Discourse on Language dan Nietzche, Genealogy, Histori. Kedua
karya ini memperkenalkan cara pandangnya yang orisinil mengenai hubungan
kekuasaan dan kebenaran. Nietzche,
Genealogy, History menandakan selesainya era transisi pemikiran Foucault
dari arkeologi menuju genealogi. Metode analisis diskirsus model analisis
tubuh, bukan teks.
Kemudian
ia masih mempublikasikan beberapa buku karyanya. This is not ea pipe (1973). Surveiller
et Punir (Discipline and Punish)
dan Historie de la Sexualite I: La
Volonte de Savoir (History of
Sexuality) (1975). Tahun 1984 ia meluncurkan dua volume, Historie de la Sexualite II: L’Usage des
Plaisirs (The Use of Pleasure)
dan Historie de la Sexualite III: Le
Souci de Soi (The Care of the Self).
Melalui
karya-karya tersebut, Foucault mengungkap berbagai tema yang jarang bahkan tidak
tersentuh oleh para pemikir lain. Ini
juga menunjukkan bahwa ia sangat produktif dan serius dalam berkarya.
C. LATAR
BELAKANG PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT
Foucault adalah seorang yang skeptis terhadap segala macam kebenaran.
Baginya segala macam klaim kebenaran adalah interpretasi atas sebuah dunia,
yang sebenarnya tidak ada sebagai sesuatu yang historis. Untuk itu dia
menyelidiki cara berpikir dan sejarah peradaban. Misalnya dalam Kegilaan dan
Peradaban dia melukiskan bagaimana kegilaan itu didefinisikan dari berbagai
kelompok yang dominan pada masa tertentu. Di sini Foucault menguraikan bahwa
pandangan dan cara pengobatan seorang dokter sungguh sangat dipengaruhi oleh
berbagai kondisi pengetahuan, institusional, pedagogis, keamanan dan
seterusnya.
Hampir dalam seluruh uraiannya tentang kekuasaan, Foucault menggunakan
gagasan dari orang lain sebagai bahan, tetapi selalu diolah dan dimasukkan
secara inovatif ke dalam bangunan konsepnya sendiri. Sebab itu kita dapat
menemukan konsep Nietzsche di sana. Dia menjadikan uraian Nietzsche tentang
kekuasaan sebagai basis refleksi kebudayaan dan filosofisnya. Filsafat politik
tradisional selalu berorientasi pada soal legitimasi. Kekuasaan adalah sesuatu
yang dilegitimasikan secara metafisis kepada negara yang memungkinkan negara
dapat mewajibkan semua orang untuk mematuhinya. Namun menurut Foucault,
kekuasaan bukanlah sesuatu yang hanya dikuasai oleh negara, sesuatu yang
dapat diukur. Kekuasaan ada di mana-mana, karena kekuasaan adalah satu dimensi
dari relasi. Di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan.
Kuasa itu ada di mana-mana dan muncul dari relasi-relasi antara pelbagai
kekuatan, terjadi secara mutlak dan tidak tergantung dari kesadaran manusia.
Kekuasaan hanyalah sebuah strategi. Strategi ini berlangsung di mana-mana dan
di sana terdapat sistem, aturan, susunan dan regulasi. Kekuasaan ini tidak
datang dari luar, melainkan kekuasaan menentukan susunan, aturan dan
hubungan-hubungan dari dalam dan memungkinkan semuanya terjadi.
D.
KONSEP
DAN TEORI FOUCAULT
Konsep Kekuasaan
Michel Foucault
Konsep kekuasaan Foucault sebenarnya
banyak dipengaruhi oleh Nietzsche. Ia melihat ada kesamaan pikiran Nietzsche
tentang genealogi dengan pikirannya tentang arkeologi tapi ada unsur dalam
genealogi Nietzsche yang belum nampak yaitu kuasa. namun
dia tidak sepenuhnya sebagai pengikut Nietzsche, sebab baginya, Nietzsche yang
diikutinya adalah seseorang yang orisinal, begitu pun dengan dia yang harus
orisinal dengan pandangan pribadinya. Selanjutnya akan
dipaparkan beberapa pandangan Foucault tentang kekuasaan berdasarkan beberapa
karyanya.
Kekuasaan dan Ilmu
Pengetahuan
Dalam karyanya The Order of Things, Archeology
of Human Sciences, Foucault menunjukkan bahwa ada dua perubahan
besar yang terjadi dalam bentuk umum pemikiran dan teorinya. Yang pertama
terjadi pada pertengahan abad ketujuhbelas, yang kedua pada awal abad
kesembilan belas. Setelah menganalisis diskursus ilmu pengetahuan abad 17 dan
18 seputar sejarah alam, teori uang dan nilai dan tata bahasa, Foucault mengambil
kesimpulan bahwa pusat ilmu pengetahuan pada waktu ini adalah tabel. Orang
hendak merepresentasikan realitas dalam tabel. Tabel adalah satu sistem tanda,
satu bentuk taksonomi umum dan sistematis dari benda-benda. Dengan
konsentrasi pada tabel, pengetahuan pada masa ini menjadi ahistoris.
Pada akhir abad ke18 (setelah revolusi Prancis) sampai pertengahan abad 20
(Perang Dunia II), konsentrasi wacana ilmiah pada masa ini adalah sejarah dan
manusia sebagai subjeknya. Manusia dibebaskan dari segala alienasi dan bebas
dari determinasi dari segala sesuatu. Manusia menjadi objek pengetahuan dan
dengan demikian dia menjadi subjek dari kebebasan dan eksistensinya sendir.
Manusia menjadi pusat pemikiran. Hal ini terlihat dalam perkembangan ilmu-ilmu
sosial dan psikologi.
Objek penelitian Foucault dalam karya
ini adalah kondisi-kondisi dasar yang menyebabkan
lahirnya satu diskursus. Di sini Foucault menunjukkan hubungan antara diskursus
ilmu pengetahuan dengan kekuasaan. Diskursus ilmu pengetahuan yang hendak menemukan
yang benar dan yang palsu pada dasarnya dimotori oleh kehendak untuk berkuasa.
Ilmu pengetahuan dilaksanakan untuk menetapkan apa yang benar dan mengeliminasi
apa yang dipandang palsu.
Di sini menjadi jelas bahwa kehendak untuk kebenaran adalah ungkapan dari
kehendak untuk berkuasa. Tidak mungkin pengetahuan itu netral dan murni. Di
sini selalu terjadi korelasi yaitu pengetahuan mengandung kuasa seperti juga
kuasa mengandung pengetahuan. Penjelasan ilmiah yang satu berusaha menguasai
dengan menyingkirkan penjelasan ilmu yang lain. Selain itu, ilmu pengetahuan
yang terwujud dalam teknologi gampang digunakan untuk memaksakan sesuatu kepada
masyarakat. Karena dalam zaman teknologi tinggi pun sebenarnya tetap ada
pemaksanaan, maka kita tidak dapat berbicara tentang kemajuan peradaban. Yang
terjadi hanyalah pergeseran instrumen yang dipakai untuk memaksa.
Kegilaan dan Peradaban
Foucault melihat praktek pengkaplingan yang memisah-misahkan orang-orang
yang sakit dari orang sehat, yang normal dari yang tidak normal merupakan
salah satu bentuk aplikasi kekuasaan seseorang atau satu kelompok orang
atas yang lain. Foucault menemukan bahwa pada zaman Renaissance, kegilaan dan
penalaran memiliki relasi yang erat, keduanya tidak terpisah, sebab keduanya
menggunakan bahasa yang sama. Masyarakat tampaknya tidak menolak
gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan brilian yang lahir dari orang-orang yang
dicap gila. Kegilaan adalah kebebasan imaginasi, dan masih menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat dalam zaman renaissance.
Namun pada zaman setelahnya (1650-1800), dialog antara kegilaan dan
penalaran mengalami pembungkaman. Keduanya dilaksanakan dalam bahasa yang
berbeda, dan akhirnya bermuara pada penaklukan kegilaan oleh penalaran,
perlahan kegilaan menjadi sesuatu yang asing dan disingkirkan dari kehidupan
yang harus dijiwai kelogisan. Bersamaan dengan itu, kegilaan harus disingkirkan
dari masyarakat yang normal. Kegilaan telah menjadi satu tema yang membuat
masyarakat terpisah dan terpecah.
Apa yang terjadi dengan orang gila, berjalan beriringan dengan apa yang
terjadi dengan para penjahat, orang-orang miskin dan gelandangan. Mereka semua
mulai disingkirkan, dalam bentuk penjara, rumah sakit umum, rumah sakit jiwa
dan ditertibkan oleh sosok polisi dan pengadilan. Semua lembaga ini adalah
bentuk yang digunakan oleh penguasa untuk menerapkan kekuasaannya atas
masyarakat. Pengangguran adalah satu persoalan sosial, demikian juga semua
yang menjadi alasan pengangguran, seperti kegilaan atau sakit. Orang gila
dikaitkan dengan orang miskin dan penganggur. Dengan ini, etika menjadi
persoalan negara. Negara dibenarkan menerapkan hukuman atas pelanggaran moral.
Hukuman mati yang dipertontonkan adalah satu bukti cara pandang seperti ini.
Dengan ini sekaligus hendak ditunjukkan bahwa ada kekuasaan. Eksekusi adalah
tontonan yang luar biasa dan bentuk pemakluman yang paling efektif dari adanya
kekuasaan yang mengontrol.
Dengan demikian, kita
dapat melihat inti dari teori Foucault di sini menunjukkan bahwa sakit mental
hanya muncul sebagai sakit mental dalam satu kebudayaan yang mendefinisikannya
sebagai demikian. Karena menyangkut definisi, maka di dalam sakit mental
sebenarnya kekuasaan mendominasi. Kegilaan adalah yang berbeda dari yang biasa,
dan karena yang biasa dicirikan oleh produktivitas, maka kegilaan adalah tidak
adanya produktivitas. Penanganan kegilaan adalah satu bentuk aplikasi kekuasaan
seseorang atau satu kelompok orang atas yang lain, bukan pertama-tama masalah
pengetahuan psikologis.
Kekuasaan dan
Seksualitas
Dominasi kekuasaan
juga dapat dilihat dalam analisis atas tema seksualitas. Foucault melihat
seksualitas sebagai pengalihan pemahaman tentang kekuasaan. Bagaimana
seksualitas diwacanakan adalah ungkapan dari kekuasaan. Pembicaraan yang
terbuka tentang seks menurut Foucault, adalah demi mengatur dan mencatat jumlah
kelahiran. Masalah penduduk adalah masalah sosial, dan masalah ini berhubungan
dengan seksualitas. Karena itu, kekuasaan berusaha mempelajari dan
mengintervensi pembicaraan tentang seks demi pengaturan pertumbuhan penduduk.
Seksualitas menjadi masalah publik.
Foucault berupaya
menjelaskan wacana seksualitas dalam perspektif sejarah. Dalam proses
perkembanganny, wacana mengenai seksualitas mengalami pasang surut. Foucault
meyakini bahwa pasang surut ini berkaitan erat dengan kekuasaan yang turut
memengaruhi penyebaran wacana seksualitas dalam masyarakat. Pada awalnya,
seksualitas merupakan sebuah wacana yang bebas atau menjadi konsumsi publik,
setiap orang bebas membicarakan masalah seks di manapun. Tidak ada aturan yang
membatasi perilaku mereka.
Para pelaku sodomi, onani, nekrofilia, homo seksual, masokis, sadistis dan
sebagainya ditetapkan sebagai orang-orang yang berperilaku
menyimpang. Foucault menunjukkan hubungan antara seksualitas dengan
kekuasaan itu dalam pengakuan dosa dalam agama Kristen. Di sini sebuah rahasia
dibongkar, dan bersamaan dengan ini posisi dia yang mengetahui rahasia itu
menjadi sangat kuat. Yang menjadi pendengar pengakuan dosa itu adalah para
ilmuwan, secara khusus psikiater. Dalam posisi seperti ini, psikiater menjadi
penentu apa yang dianggap normal dan apa yang dipandang sebagai patologis dalam
perilaku seksual.
Dengan menunjukkan
hubungan antara seksualitas dan kekuasaan, Foucault menggarisbawahi tesis
dasarnya bahwa kekuasaan ada di mana-mana. Intervensi kekuasaan ke dalam seksualitas
terjadi melalui disiplin tubuh dan ilmu tubuh, dan melalui politik populasi
yang meregulasi kelahiran. Kekuasaan mulai mengadministrasi tubuh dan mengatur
kehidupan privat orang. Sejalan dengan itu, resistensi terhadap kekuasaan itu
pun ada di mana-mana.
Disiplin dan Hukuman
Pada abad ke-17 dan 18, disiplin adalah sarana untuk mendidik tubuh.
Praktik disiplin diharapkan melahirkan tubuh-tubuh yang patuh. Hal ini tidak
hanya terjadi di penjara, tetapi juga dalam bidang pendidikan, tempat kerja, militer
dan sebagainya Masyarakat selanjutnya berkembang menurut disiplin militer.
Foucault beranggapan bahwa di era monarkial tiap proses penghukuman kriminal
baru dianggap serius apabila telah melibatkan elemen penyikasaan tubuh dalam
pelaksanaannya.
Pelaksanaan disiplin amat berhubungan dengan kuasa yang mengontrol.
Foucault menguraikan bahwa fenomena disiplin tubuh selalu dikontrol oleh dua
instrumen disiplin yang diterapkan dari disiplin militer dalam
masyarakat. Pertama, melalui observasi hirarkis atau
kemampuan aparatus untuk mengawasi semua yang berada di bawahnya dengan satu
kriteria tunggal. Panopticon yang terungkap
dalam menara sebagai pusat penjara adalah bentuk fisik dari instrumen ini.
Dengan adanya panopticon ini kekuasaan sipir
menjadi sangat besar sebab para tawanan berusaha menahan diri mereka sendiri.
Mereka takut dipantau. Kehadiran struktur itu sendiri sudah merupakan satu
mekanisme kekuasaan dan disiplin yang luar biasa.
Instrumen kedua adalah menormalkan penilaian moral dan menghukum para
pelanggar moral. Dalam hal ini kekurangan disamakan dengan kejahatan.
Selain dipenjarakan, orang-orang yang menyimpang dipertontonkan. Maksudnya
adalah menunjukkan kepada masyarakat betapa dekatnya manusia dengan binatang,
dan manusia lain akan diperlakukan secara yang sama apabila mereka keluar dari
batas-batas yang dipandang waras oleh masyarakat. Dalam keseluruhan penanganan
atas penyimpangan-penyimpangan ini, psikiater atau aparat sebenarnya tidak
berperan sebagai ilmuwan, tetapi sebagai kekuasaan yang mengadili.
Foucault membayangkan menara pengawas dalam panoptisme selain dioperasikan
oleh petugas, dapat dipergunakan oleh banyak individu dengan pelbagai
kepentingan. Ia dapat menjadi tempat seorang filsuf yang haus pengetahuan akan
manusia menjadi museum manusia. Ia bahkan menjadi tempat bagi mereka yang
tergolong mempunyai sedikit penyimpangan seksual memperoleh kenikmatan dengan
mengintip orang-orang. Dalam panoptisme inilah Foucault memperlihatkan adanya
kekuasaan yang teselubung dalam pelbagai institusi dan lembaga.
E.
KRITIK TERHADAP TEORI FOUCAULT
Seperti
kebanyakan ahli postmodernisme lainya Foucault tidak mengakui adanya kebenaran
mutlak yang ada hanyalah kebenaran relatif atau kebenaran kelompok yaitu
sesuatu yang menurut kelompok atau orang-orang di sekitarnya benar itulah yang
dianggap sebagai kebenaran. Teori diskursus Foucault yang memaparkan bahwa
setiap bahasa, kata-kata, dan teori dipaparkan berdasarkan apa yang bisa
melanggengkan kekuasaan. Foucault mengganggap bahwa manusia hanya dijadikan
sebagai obyek kekuasaan tanpa mereka sadar sebenarnya mereka harus mengambil
peran dalam suatu kekuasaan tersebut karena mereka sebenarnya memiliki
kekuasaan masing-masing.
Ada beberapa
kritik yang ditujukan kepada teori yang dikemukakan oleh Foucault ini yaitu
teori Faoucault cenderung akan membentuk seseorang yang mempunyai sikap skeptis
terhadap kenyetaan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Pada dasarnya seseorang
yang menganut kebenaran relatif akan lebih mudah untuk bersikap skeptis terhadapa
realita yang terjadi dalam masyarakat. Dalam suatu waktu seseorang tersebut
bisa menjadi sangat mendukung suatu hal yang terjadi tapi dalam suatu waktu
yang lain orang tersebut bisa menjadi sangat menentang hal yang sama.
Hal itu
terjadi karena seseorang tersebut mendasarkan sikapnya bukan kepada kebenaran
yang sesungguhnya melainkan pada kebenaran yang relatif jadi sangat mungkin
seseorang akan bersikap menurut kepentingannya masing-masing, ketika
kepentingan seseorang tersebut akan lebih terakomodasi dengan ia mendukung
suatu hal maka ia akan menyatakan dukungannya tetapi jika kepentingan seseorang
tersebut akan lebih terakomodasi dengan ia menentang suatu hal maka ia akan
menyatakan menentang hal tersebut meskipun hal tersebut sebenarnya bertentangan
dengan yang semestinya terjadi dalam masyarakat. Teori Foucault memungkin kan
seseorang untuk bersikap seperti uraian tersebut. Seseorang akan lebih mudah
bersikap skeptis padahal seseorang yang bersikap skeptis adalah seseorang yang
tidak berpendirian tetap dan pandai memanfaatkan situasi bahkan cenderung
licik. Hal ini akan berbahaya bagi keteraturan dan ketertiban kehidupan
bermasyarakat.
Kritik
berikutnya terhadap teori Foucault adalah dalam teorinya Foucault dapat disimpulkan
bahwa Foucault menganggap semua bahasa, kata-kata, dan teori dirumuskan hanya
untuk kepentingan kekuasaan semata sehingga Foucault tidak mengakui bahwa ilmu
pengetahuan itu merupakan sesuatu fakta yang benar melainkan menurut Foucault
ilmu pengetahuan dicetuskan hanya untuk kepentingan kekuasaan. Di satu sisi
teori Foucault ini benar manakala kita tidak bisa sepenuhnya percaya apa yang
telah dicetuskan penguasa dalam bahasa, kata-kata dan teorinya agar kita bisa
tetap menjadi warga negara yang kritis pada kebijakan pemerintah demi kemajuan
negara, namun di sisi lain teori Faoucault ini membuat seseorang terus
berprasangaka bahwa semua bahas, kata-kata, teori yang dicetuskan pemegang
kekuasaan hanya digunakan untuk kepentingan kekuasaanya padahal tidak semuanya
demikian.
Sebagai
contoh dalam teorinya tentang kekuasaan dan seksualitas Foucault berpendapat
bahwa pelaku sodomi, onani, dan sebagainya yang sekarang dianggap menyimpang
bukan lah seseorang yang menyimpang. Pelabelan seseorang yang mempunyai perilaku
seks yang menyimpang menurut Foucault hanya untuk kepentingan kekuasaan dalam
hal ini psikiater yang mendengarkan pengakuan dosa si pelaku penyimpangan
seksual jadi Foucault menganggap hal yang paling pribadi pun tetap dicampuri
kekuasaan. Teori Foucault tersebut akan membuka peluang kepada seseorang untuk
berperilaku bebas dan mengabaikan adanya teori-teori tentang ilmu pengetahuan
yang seharusnya diperhatikan seseorang tersebut demi kebaikannya dirinya
sendiri. Jika seseorang melakukan penyimpangan seksual yang pada kenyataannya
memang membahayakan kesehatan dirinya maka seseorang tersebut akan
mengabaikannya karena teori Foucault ini. Hal tersebut akan sangat berabahaya
bagi kesehatan dan kelangsungan hidup orang itu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Michel Foucault
merupakan salah seorang pemikir besar dalam sejarah. Banyak hal yang telah ia
sumbangkan bagi dunia intelektual entah dalam bidang filsafat, kebudayaan,
sosial, politik maupun dalam bidang kesenian. Pemikiran Foucault banyak
didiskusikan, dikritisi dan dijadikan pendasaran berbagai kelompok untuk
memperjelas gagasan mereka. Salah satu kontribusi besar Foucault dalam bidang
filsafat dan politik adalah konsepnya tentang kekuasaan.
Berbeda dengan para
pemikir lain yang telah menguraikan konsep-konsep kekuasaan, Foucault
menampilkan suatu perspektif kekuasaan secara baru. Menurut Foucault,
kekuasaan bukanlah sesuatu yang hanya dikuasai oleh negara, sesuatu yang
dapat diukur. Kekuasaan bagi dia ada di mana-mana, karena kekuasaan merupakan
satu dimensi dari relasi. Artinya, di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan.
Di sinilah letak kekhasan Foucault. Dia tidak menguraikan apa itu kuasa, tetapi
bagaimana kuasa itu berfungsi pada bidang tertentu.
Sebenarnya yang hendak
dibuat Foucault adalah menunjukkan bahwa kita adalah bagian dari mekanisme
kekuasaan itu. Dari kesadaran ini akan lahir kesanggupan untuk menggunakan
kekuasaan secara baik, artinya demi kepentingan orang lain. Keterarahan pada
orang lain hanya lahir dari kesadaran akan tempat diri sendiri dalam konstelasi
kekuasaan. Yang menjadi masalah dalam kehidupan adalah bahwa banyak orang tak
menyadari perannya dalam peta kekuasaan. Apabila orang sadar akan hal ini, maka
orang pun akan menerima dan menghargai pluralitas peran yang ada dalam relasi
kekuasaan. Dari ketidaksadaran ini akan lahir berbagai tindakan dan sistem yang
menindas dan menyeragamkan.
B.
SARAN
Semoga
makalah ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Saya akui bahwa dalam
makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, saran dari pembacalah
yang membantu agar makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Martono, Nanang.2014.SOSIOLOGI PENDIDIKAN
MICHELFOUCAULT.Jakarta:Rajawali Pers
FILSAFAT ATAU TEORI YANG MEMPENGARUHI ADAKAHH
BalasHapus