Hari Selasa tanggal 6 Oktober
2016, saya dan Dyah menghadiri pengajian rutin yang diadakan di UIN Sunan
Kalijaga, tepatnya di Laboratorium Masjid UIN Sunan Kalijaga. Pengajian rutin
tersebut dimulai pukul 18.00 WIB samapi pukul 19.00 WIB.
Kami
tiba di Masjid UIN pukul 18.28, sudah terlambat 28 menit. Ya, di lantai pertama
sudah hadir narasumber dan jamaah yang sedang membahas tausiyah yang
disampaikan narasumber. Akhirnya karena kami malu datang sangat terlambat, kami
pun naik ke lantai dua, namun tetap mendengarkan tausiyah yang disampaikan
narasumber.
Di
dalam Masjid tampak sangat dijaga kebersihan dan kerapianny, saya melihat
sangat bersih, rapi, dan indah. Suasana pengajian saat itu tampak cukup tenang,
satu narasumber dan satu moderator yang duduk dismping narasumber, beliau
berdua duduk di depan jamaah dengan satu buah meja yang dilapisi kain putih,
sehingga tampak anggun dan satu buah Al-Qur’an yang berada di hadapan beliau.
Ada satu buah papan tulis berukuran sedang yang terletak di samping narasumber.
Jamaah
puteri yang hadir dalam pengajian yaitu berjumlah 19 orang, sedangkan jumlah
putra lebih banyak dari jumlah puteri. Jamaah yang hadir disediakan tikar untuk
duduk, disediakan pula satu gelas air teh dan satu roti.
Memang
sangat disayangkan datang terlambat, karena tidak mendengarkan tausiyah secara
keseluruhan, dan saya tidak tahu tema apa yang tengah dibahas dalam tausiyah
tersebut. Hanya yang dapat saya pahami dari pertanyaan-pertanyaan yang
ditanyakan jamaah, yang dapat saya pahami mungkin tema tausiyah malam itu
mengenai keunggulan kompetitif yang kita miliki.
Ketika
moderator memberikan kesempatan kepada jamaah untuk bertanya, jamaah putera
yang bernama Reno kemudian mengajukan pertanyaan, pertanyaan yang diajukan
adalah bagaimana jika kita ingin mengembangkan diri secara kompetitif , tetapi
tidak terjebak dalam kesombongan. Kemudian moderator mempersilahkan narasumber
untuk menjawab. Narasumber menjawab, bahwa dalam bersaing jangan menyombongkan
diri, jangan ria atau pamer, kalau kita menunjukkan keunggulan (kesombongan),
justru kita menunjukkan kelemahan kita sendiri.
Setelah pertanyaan
pertama dijawab oleh narasumber, kemudian moderator kembali membuka kesempatan
kepada jamaah untuk bertanya, satu jamaah puteri mengangkat tangan untuk
bertanya, namanya Arisa dari Fakultas Syariah, tetapi sayang, saya tidak begitu
jelas mendengar pertanyaan yang disampaikan. Setelah pertanyaan kedua dijawab
oleh narasumber, moderator kembali membuka pertanyaan. Jamaah putra kembali
bertanya, pertanyaaan yang disampaikan adlah apa balasan Musa kepada Fir’aun
sebagai orang yang merawatnya. Kemudian narasumber menjawab, memang Musa
dikatakan atau dilihat seperti kacang lupa pada kulitnya, namun penghormatan
Musa kepada Fir’aun tetap ada, meskipun Musa berbeda dengan Fir’aun tetapi ia
tetap hormat, tidak berkata jelek, ia sadar bahwa dulu ia tinggal dam dirawat
di istana.
Suasana pengajian
saat itu berlangsung hangat dan tenang, jamaah tampak memperhatiakan tausiyah
yang disampaikan. Dan tak terasa alarm masjid berbunyi, tanda waktu shalat
Isya.
Akhirnya pengajian
dicukupkan untuk malam itu, dan dilanjutkan malam besok. Setelah pengajian
selesai, semua jamaah kemudian melaksanakan shalat Isya bersama-sama. Ada satu
shaf perempuan yang melaksanakan shalat berjamaah.
Setelah melakukan
shalat Isya bersama-sama, saya dan dyah kemudian duduk di selasar Masjid
sembari membuat blog. Saya merasakan ada ketenangan yang disentuh oleh angin
yang dengan lembut mengibaskan dedaunan. Saya merasakan kesejukan, saya
bersyukur atas apa yang telah Allah berikan hari ini.
Kurang lebih pukul 19.00
wib, di selasar Masjid masih ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi yang dengan
aktifitasnya masing-masing taampak ada yang sedang mengerjakan tugaas, diskusi
kelompok, atau sepeti saya, sekedar duduk sambil memanfaatkan koneksi internet.
Pukul 20.25 wib,
akhirnya setelah membuat blog yang cukup memakan waktu, saya dan Dyah kemudian
pulang ke kost masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar